Sesosok benih pernah ditemukan di dalam sebiji gabah yang nyaris tertelan oleh seekor ayam betina yang hanya dalam hitungan jam akan memberikan telur bagi sang pejantan milik seorang kakek tua di kahyangan dan tengah menanti kehadiran istrinya yang tersesat di bumi. Benih dari gabah itu berhasil mengaburkan dirinya sendiri bersama dengan bayangan berwarna biru keemasan di dalam sangkar burung walet yang berliur puding jeruk.
Itulah kenapa dia sangat menyukai warna hitam.
Dan dari benih itulah dia lahir tanpa mengenali dunia orang lain dan dunianya sendiri. Selalu berpangku tangan tatkala seratus orang tengah berperang demi kesetiaan mereka terhadap tanah dan air mereka, menontoni mereka dari atas awan yang dileburkan begitu saja tatkala pesawat-pesawat sekutu membelah.
Dia merupakan orang buangan, itulah yang dia percaya selama ini. Seperti layaknya sajak Chairil Anwar yang berujar, "aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang". Tak ada satupun kelompok menoleh kepada ia, tiada yang mau menerimanya.
Tapi dia merupakan orang yang mandiri dan tak mempedulikan para kapitalis yang terus menelanjangi orang-orang yang mengemis kasih sayang dan kebutuhan. Dia mampu tertawa.
Dan dia mendirikan klannya sendiri. Masih beranggotakan satu orang. Hanya ia sendiri, hingga detik ini. Tapi dia telah berkali-kali melihat pandangan masa depan bahwa kelak anak cucunya akan membentuk klannya menjadi sebuah persatuan yang besar dan hebat dan membanggakan.
Itulah dia.
Seekor hama yang bahkan tiada pestisida yang mampu mematikannya. Karena memang sejak awal dia telah mati dalam peradangan.
0 kritik tentang naskah:
Posting Komentar