Dua versi ini dianggap versi
sastra, karena masih ada dua versi yang dianggap cerita penglipur lara (rhapsodist version).
Berikut adalah ringkasan cerita
Hikayat Sri Rama berdasarkan versi Roorda dan Shellabear.
Maharaja Rawana dibuang ke Bukit
Serendib. Di bukit itu ia bertapa dengan cara yang paling hebat sekali, kakinya
digantung, kepalanya ke bawah. Selama dua belas tahun ia bertapa. Tuhan lalu
mengasihaninya dan mengirim Nabi Adam untuk menanyai apa kehendaknya. Rawana
memohon empat kerajaan pada Tuhan; satu kerajaan dalam dunia, satu kerajaan
pada keindraan, satu kerajaan di dalam bumi, dan satu lagi di dalam laut.
Permohonan Rawana disetujui Tuhan dengan syarat bahwa Rawana harus memerintah
dengan adil, jangan mengerjakan pekerjaan haram. Dalam naskah lain disebut
juga, jangan mengganggu anak-istri orang.
Di
kerajaannya di keindraan, Rawana kawin dengan putri Nila Utama dan beranakkan
Indra Jat. Genap dua belas tahun, Indra Jat dirajakan dalam keindraan. Di
kerajaannya yang di bumi, Rawana kawin dengan putri Pertiwi Dewi dan beranakkan
Patala Maharayan. Sesudah genap umur, Patala Maharayan dirajakan di bumi. Di
kerajaannya yang di dalam laut, Rawana kawin dengan Gangga Maha Dewi dan
beranakkan Gangga Maha Suri. Sesudah genap umur, anak ini dirajakan di dalam
laut. Di dunia, Rawana membuat sebuah negeri yang sangat indah. Negeri itu
ialah Langkapuri. Maka Rawana pun menjadi raja yang adil di Langkapuri. Semua
kerajaan di dalam dunia takluk kepada hukumnya. Yang masih belum takluk hanya
empat buah negeri saja, yaitu Indrapuri, Biruhasa, Lekor Katakina, dan Aspaha.
Tersebutlah
perkataan negeri Indrapuri. Berma Raja, nenek Rawana, sudah mangkat. Yang
menjadi raja ialah Badanul, anaknya yang sulung. Sesudahnya Citra-Baha
mempunyai tiga orang putra, seorang bernama Kamba Kama, seorang bernama
(Vibhishana) Bibusanam, dan seorang lagi anak perempuan, Sura Pandaki namanya.
Sesudah Citra-Baha, Naranda adik Jama Mantri, anak Badanul menjadi raja.
Sesudahnya Mantri Sakhsah naik kerajaan.
Maharaja
Balikasa, raja Biruhasa Purwa, bersiap-siap untuk melanggar negeri Indrapuri,
karena negerinya pernah dikalahkan oleh Citra-Baha dan ayahnya dibunuh oleh
Citra-Baha juga. Seorang raksasa yang sakti dikirim ke negeri Indrapuri. Banyak
rakyat dan menteri Indrapuri yang dibunuh oleh raksasa itu. Terjadilah
peperangan antara Maharaja Balikasa dan Mantri Sakhsa. Rawana pun tetaplah
dalam kerajaan di Langkapuri. Jama Mantri menjadi mangkubumi, Kamba Kama
menjadi penghulu hulubalang, Bibusanam menjadi penghulu ahli nujumm, sastrawan
dan alim mualim. Barga Singa, anak Rawana menjadi seorang menafahus (memeriksa, menguasai (?)) seluruh dunia (Cerita tentang
masa muda Rawana ini hanya terdapat dalam versi Shellabear).
Dasarata
Maharaja, seorang raja yang gagah, pahlawan di negeri Isafa, tidak mempunyai
putra. Atas nasihat seorang Brahmana baginda mengadakan upacara pemujaan Homam.
Tidak lama kemudian kedua permaisuri baginda pun hamillah (Dalam Shellabear
karena memakan biji geliga yang diberikan oleh seorang Brahmana). Mandudari,
putri yang lahir dari buluh betung beranakkan Rama dan Laksmana. Baliadari,
beranakkan Bardan, Citradan, dan seorang anak perempuan Kikewi Dewi namanya
(Anak perempuan ini tak disebut dalam Shellabear).
Sri
Rama adalah seorang anak raja yang terlalu elok parasnya dan gagah berani,
tetapi nakal. Karena kenakalannya itu, sekalian menteri lebih senang kalau anak
Baliadari, Baradan atau Citradan yang dirajakan dalam negeri. Dasarata sendiri
juga pernah dua kali berjanji akan merajakan anak-anak Baliadari dalam negeri,
karena jasa-jasa gundiknya ini.
Rawana
mendengar bahwa Dasarata sudah memperistri seorang putri yang sangat elok
parasnya. Timbul keinginan untuk memilikinya (putri itu). Rawana lalu datang
dan meminta putri itu kepada Dasarata. Dasarata tidak keberatan. Mandudari
segera diberitahu hal ini. Mandudari masuk ke suatu bilik. Tidak lama kemudian
keluarlah seorang putri yang serupa dengan Mandudari, Mandudaki namanya. Putri
itu lalu dibawa pulang oleh Rawana. Seketika itu juga keluarlah Mandudari dari
biliknya dan menjelaskan apa yang sudah terjadi. Putri yang dibawa Rawana
bukanlah dirinya sendiri, melainkan putri yang dijadikannya dari memuja daki.
Dasarata sangat gembira, sebab istrinya tetap ada. Di samping itu, ia meminta
seorang perempuan tua membawanya ke istana Rawana. Pada malam hari ia meniduri
putri itu dan dengan demikian menjadi ayah, dari anak Rawana.
Setelah
beberapa lamanya, Mandudaki pun hamillah dan melahirkan seorang putri yang
sangat elok parasnya. Putri itu ialah Sita Dewi. Menurut ramalan ahli nujum,
suami Sita Dewilah kelak yang akan membunuh Rawana. Rawana amat murka, mau
rasanya membunuh Sita Dewi ketika itu juga. Atas rayuan Mandudaki, Sita Dewi
ditaruh dalam peti besi dan dihanyutkan ke laut.
Sekali
peristiwa Maharesi Kali, raja negeri Darwati Purwa, bertapa di laut dan
mendapatkan peti besi yang dihanyutkan oleh Rawana. Sita Dewi diselamatkannya
dan dipelihara dengan baik. Tak lama kemudian, masyhurlah kepada segala alam
bahwa Maharesi Kali mempunyai seorang putri yang sangat elok parasnya. Setelah
umur Sita Dewi genap dua belas tahun, Maharesi Kali mengadakan sayembara untuk
memilih menantu: barangsiapa yang dapat mengangkat panah yang ada di halaman
rumahnya dan dapat pula memanah pohon lontar dengan sekali panah atas empat
puluh pohon, dia akan diterima menjadi suami Sita Dewi.
Banyaklah
sudah anak raja yang besar-besar berkumpul di negeri Maharesi Kali. Yang tidak
datang hanyalah anak-anak Dasarata. Maharesi lalu pergi menjemput anak-anak
Dasarata. Dengan hati yang berat, Dasarata melepaskan Sri Rama dan Laksamana
pergi mengikuti Maharesi Kali ke negeri Darwati Purwa. Dalam perjalanan, Rama
sudah menunjukkan keberaniannya. Raksasa Jagina (Shellabear: Jekin), badak, naga
(ular) yang selalu menggangu perjalanan manusia habis ditewaskannya.
Sayembara
dimulai. Tetapi tidak seorang pun anak raja yang dapat dengan sekali panah,
menerusi empat puluh pohon lontar. Rawana sendiri hanya dapat menerusi tiga
puluh delapan pohon saja (hanya dalam versi Roorda). Akhirnya dengan tenang
Rama masuk ke dalam gelanggang sayembara. Dengan sekali panah saja, keempat
puluh pohon lontar kenalah semuanya. Bukan main terkejutnya anak-anak raja yang
berkumpul di situ. Dengan demikian Rama pun beroleh Sita Dewi sebagai istri.
Untuk
mencoba kearifan Rama, Maharesi Kali menyembunyikan Sita Dewi dalam rumah
berhala pula. Ia mengatakan kepada Rama bahwa Sita sudah hilang. Dengan mudah
saja, Rama menemukan Sita kembali. Dalam perjalanan pulang pula, ada empat
orang anak raja yang putus asa mencoba menghalangi Rama. Tetapi semuanya
dikalahkan oleh Rama.
Segala
persiapan sedang diadakan untuk menabalkan Rama dalam negeri. Si Budak Bungkuk menghasut Baliadari menuntut
Dasarata supaya menunaikan janjinya, yaitu menabalkan anak-anak Baliadari. Apa
daya, kata raja tak dapat diubah, maka terpaksalah Dasarata mengabulkan
permohonan Baliadari. Rama dan Sita, bersama-sama Laksamana lalu meninggalkan
negeri dan pergi bertapa di dalam hutan.
Maka
berjalanlah Sri Rama dan Laksamana di dalam hutan belantara. Dalam perjalanan,
mereka bertemu dengan beberapa orang Maharesi yag baik kepada mereka. Anggasa
Dewa, Kikukan, dan Wirata Sakti menjamu mereka dan mengajak Sri Rama bertapa
bersama-sama dengan mereka. Rama menolak dan meneruskan perjalanan hingga
sampailah di bukit Indra Pawanam. Di sini ada seorang raksasa Purba Ita mencoba
melarikan Sita. Raksasa itu dibunuh oleh Rama. Maka Rama pun membuat tempat
pertapaan di bukit ini.
Menurut
Shellabear, sesudah mengalahkan keempat anak raja yang mencoba menghalanginya,
Rama mengambil keputusan tak akan pulang ke negeri, karena ayahnya telah
memilih Baradan sebagai pengganti raja. Rama dan Sita, bersama-sama dengan
Laksamana lalu masuk ke hutan belantara, mencari tempat yang sesuai untuk
bertapa. Mereka bertemu dengan seorang pertapa, Maharesi Astana namanya, yang
memberitahu Laksamana tentang dua kolam aneh yang terdapat dalam hutan itu.
Suatu kolam airnya jernih, tetapi barang siapa yang mandi di dalamnya akan
menjadi kera. Sebuah lagi airnya keruh. Rama dan Sita mandi di kolam jernih dan
mereka menjadi kera seketika itu juga. Untunglah ada Laksamana yang sempat
menyelamatkan mereka. Sesudahnya, Rama pun menyuruh mengurut kerongkongan Sita
Dewi yang segera memuntahkan maninya. Mani itu dibawa oleh Bayu Bata dan
dimasukkan ke dalam mulut Dewi Anjani yang sedang ternganga. Dewi Anjani
bunting dan melahirkan Hanoman. Kemudian Rama bertapa dalam suatu tempat yang
baik dalam hutan itu.
Rawana hendak
menyerang matahari, karena sang matahari selalu menggangu kesenangannya.
Sekembali dari usahanya yang sia-sia itu, dilihatnya kotanya dikawal oleh
binatang semacam ular. Binatang itu ditetaknya. Kemudian ternyata yang ditetak
itu bukanlah ular, melainkan lidah saudaranya, Berga Singa. Sura Pandaki takut
anaknya dibunuh oleh Rawana, lalu membawa anaknya ke hutan dan menyuruhnya
bertapa dalam buluh betung. Di dalam rumpun buluh inilah Dasra Singa terbunuh
oleh Laksamana. Sura Pandaki sangat marah dan mau membalas dendam. Ia lalu
mengubah dirinya sebagai seorang perempuan yang cantik dan mendekati Rama,
dengan maksud menangkap Rama. Rama menolaknya, ketika ia menghampiri Laksamana,
Laksamana mengerat hidungnya.
Saudaranya,
Darkalah Sina, menyerang Rama, juga tidak berhasil. Sura Pandaki lalu menghasut
Rawana menyerang Rama dan Laksamana. Dengan dua orang raksasa yang sakti,
Rawana datang ke hutan pertapaan Rama. Seorang raksasa menjadikan diri sebagai
kijang emas, seorang lagi sebagai kijang perak. Sita Dewi yang melihat kedua
kijang itu tergerak hatinya hendak memiliki kedua-dua kijang tersebut, lalu
meminta dengan sangat supaya Rama menangkap kijang-kijang itu hidup-hidup.
Pergilah Rama menangkap kijang itu.
Tidak lama
kemudian terdengar pula suara Rama meminta tolong. Sita mendesak Laksamana
pergi menolong Rama. Ketika Laksamana menolak, Sita menuduh Laksamana.
Dikatakannya bahwa Laksamana ingin memilikinya seandainya Rama mati. Oleh
karena tuduhan itu, maka terpaksalah Laksamana pergi. Sebelum ia pergi, ia
menggores tanah dengan telunjuknya. Maksudnya, barang siapa yang melangkahi
goresan itu akan kena tangkap.
Kemudian
muncullah Rawana sebagai seorang Brahmana yang miskin, dan meminta sedekah dari
Sita. Sita yang tidak tahu apa-apa telah keluar dari goresan itu untuk memberi
sedekah kepada Brahmana palsu itu. Dengan seketika itu juga Sita dilarikan
Rawana. Burung Jentayu berusaha menolong Sita. Tetapi tidak berhasil, malah
dirinya sendiri terbunuh.
Ketika Rama
dan Laksamana kembali, mereka bukan main kaget. Didapati mereka Sita sudah
hilang. Rama rebah dan jatuh di tempat duduk Sita sampai beberapa hari tidak
sadarkan diri. Sesudah Rama sadar kembali, mereka lalu pergi mencari Sita.
Mula-mula
mereka bertemu dengan kakak burung Jentayu yang memberitahu mereka bahwa Sita
sudah diculik oleh Rawana. Kemudian mereka bertemu dengan Sugriwa yang diusir
dari kerajaan oleh saudaranya Balya. Rama dan Laksamana menolong Sugriwa
merebut kerajaan kembali. Sebelum meninggal, Balya meminta Rama menjaga istri
dan kedua orang anaknya yang masing-masing bernama Anggada dan Anila. Balya
memberitahu Rama bahwa yang dapat menolong Rama merebut Sita kembali ialah anak
saudaranya yang bernama Hanoman.
Setelah
berpisah dengan Rama dan mendengar pula Rama kehilangan istrinya, Mandudari
sangat sedih dan wafat (Shellabear: Dasarata yang wafat). Beradan dan Citradan
pergi mencari Rama dan meminta Rama kembali menjadi raja dalam negeri. Rama
menolak dan bersedia memberikan kaus kepada saudaranya. Kiasnya, Ramalah yang menjadi
raja dalam negeri.
Sugriwa
mengumpulkan semua rakyat keranya. Tetapi tidak ada satu pun yang sanggup
melompat ke Pulau Langka. Hanoman sanggup melakukan tugas itu asal dibenarkan
makan sehelai daun dengan Rama. Rama tidak keberatan makan sehelai daun dengan
Hanoman, asal Hanoman mandi di laut dulu. Sesudah makan, Rama memberikan
sebentuk cincin kepada Hanoman untuk dibawa kepada Sita Dewi sebagai tanda.
Hanoman
menyamar sebagai seorang Maharesi dan menemui Sita Dewi di istana Rawana.
Hanoman menceritakan asal-usulnya dan Sita mengakuinya sebagai anaknya.
Kemudian Hanoman memakan habis buah mempelam yang di dalam istana. Karena hal
ini, dia ditangkap dan mau dibakar. Tetapi Hanoman melompat ke sana-sini,
menyebabkan kebakaran yang besar. Hanoman juga mau membawa Sita Dewi ke tempat
Rama. Sita Dewi menolak. Pertama, karena ia tidak mau dijamah oleh laki-laki
lain melainkan Rama; kedua, karena ia mau kehormatan menyelamatkannya diberikan
kepada Rama.
Sementara itu,
pembangunan jembatan (titian) hampir selesai. Gangga Mahasura, anak Rawana,
berusaha membinasakan titian itu. Tetapi semua ikan dan ketam yang dikirimkan
untuk melaksanakan tugas itu, habis dibinasakan Hanoman. Rawana mulai gentar
dan berunding dengan saudara dan menteri-menterinya tentang serangan Rama yang
bakal datang itu. Bibusanam, menteri yang tua, mengusulkan supaya Sita
dikembalikan kepada Rama. Rawana marah dan mau membunuh Bibusanam yang terpaksa
melarikan diri dan menyerah kepada Rama. Anak-anak Rawana, Indra Jat dan
Kumbakarna juga menganjurkan supaya Sita dikembalikan saja. Rawana tetap
berkeras. Akhirnya peperangan pun berlangsung. Anak-anak Rawana satu demi satu
gugur di medan perang. Mula-mula Buta Bisa, kemudian Patala Maharayan, kemudian
Indra Jat dan akhirnya Mula Patani. Selepas itu keluarlah Rawana sendiri.
Sesudah peperangan sengit, berpanah-panahan, akhirnya Rawana tewas juga. Dengan
demikian berakhirlah peperangan antara Rama dengan Rawana.
Masuklah Rama
ke dalam kota Langkapuri. Rama tidak mau menerima Sita kembali, takut
kalau-kalau Sita sudah diperkosa oleh Rawana. Sita membuktikan kesuciannya
dengan duduk di dalam api yang menyala. Akhirnya berkumpullah Rama dan Sita kembali.
Banyaklah anak raja yang besar-besar datang mengunjungi Rama di Langkapuri.
Demikian juga saudara-saudara Rama yang bernama Beradan dan Citradan.
Maharesi Kala
juga datang dan menceritakan asal-usul Sita. Tahulah Sita, Mandudaki adalah
ibunya, dan Rawana ayahnya sendiri. Tidak lama kemudian, Rama membuat negeri di
atas bukit. Negeri itu ialah Durja Pura Negara.
Sesudah makan
obat yang diberikan Maharesi Kala, Sita pun hamil. Semasa Sita hamil, Kikewi
Dewi, saudara perempuan Rama, datang pada Sita dan meminta Sita melukiskan rupa
Rawana di atas kipas. Kipas itu kemudian didapati oleh Rama. Kikewi berbohong
dan berkata Sitalah yang melukis kipas itu dan dibawanya beradu. Rama marah dan
mengusir Sita dari istana. Maka pergilah Sita ke tempat Maharesi Kala. Sebelum berangkat
Sita bersumpah, barang siapa yang berkata bohong, dia takkan dapat berkata-kata
lagi. Dan kalau ia benar, sesudah ia kelua dari negeri, binatang-binatang akan
berada dalam dukacita.
Di tempat
Maharesi Kala, Sita melahirkan seorang anak, Tilawi (Shellabear: Lawa) namanya.
Sekali peristiwa, Maharesi Kala membawa Tilawi berjalan-jalan. Tilawi tersesat
jalan dan kembali sendiri ke tempat ibunya. Maharesi Kala takut kalau-kalau
Tilawi sudah hilang, lalu memuja lalang. Dengan seketika terjadilah seorang
anak laki-laki yang mirip dengan Tiwali. Anak tersebut diberi nama Kusa.
Sesudah besar, Tiwali dan Kusa jadi anak muda yang gagah berani. Banyak raksasa
yang mereka bunuh.
Sesudah
beberapa lama, Rama pun sadar akan kesalahannya dan meminta Sita kembali.
Setelah Sita Dewi pulang, segala margasatwa pun berbunyi kembali dan Kikewi
Dewi datang meminta ampun kepada Sita. Tilawi dikawinkan dengan Putri Indra
Kusuma Dewi, anak Indra Jat, dan dirajakan di dalam negeri Durja Pura. Kusa
dikawinkan dengan Gangga Surani Dewi, anak Gangga Mahasura, dan dirajakan di
dalam negeri Langkapuri.
Setelah
beberapa lama, Rama membuat negeri di tempat orang bertapa. Negeri itu dinamai
Ayodhya Pura Negara. Sesudah empat puluh tahun lamanya hidup bersuka-suka
dengan Sita dalam pertapaan, maka Sri Rama pun kembalilah dari negeri yang fana
ke negeri yang baka.
Demikianlah cerita
Hikayat Sri Rama, menurut naskah
Roorda dan Shellabear.
Referensi:
Liaw Yock Fang. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: YOI
0 kritik tentang naskah:
Posting Komentar