Minggu, 20 Agustus 2017

Palembang dalam Dunia Kesusasteraan Melayu Klasik

Kota Palembang disebut di dalam hikayat Sulalatus Salatin. Bukit Si Guntang dikisahkan menjadi tempat turunnya tiga anak Raja Suran keturunan Iskandar Zulkarnain dari sebuah negeri di dalam laut. Tiga anak Raja Suran ini bernama Nila Pahlawan, Krisyna Pandita, dan Nila Utama yang konon merupakan nenek moyang orang Melayu. Berdasarkan hikayat Sulalatus Salatin, Nila Pahlawan diangkat anak oleh Demang Lebar Daun, diminta oleh Patih Suatang dan diangkatlah ia menjadi raja di Minangkabau. Krisyna Pandita juga menjadi raja di Tanjung Pura, sedangkan Nila Utama yang masih berada di Palembang dirawat oleh Demang Lebar Daun dan menjadi raja yang bergelar Sri Tri Buana.

Menurut kesejarahan perkembangan sastra Melayu di Palembang, ada dugaan bahwa munculnya tradisi kesusasteraan di Palembang telah muncul sebelum masa Islam (abad ke-15 M), namun sejauh menyangkut kesusastreaannya, Palembang mengalami masa keemasannya setelah Islam datang (Mu’jizah dan Fathurrahman, 2008:95). Palembang merupakan salah satu pusat tumbuh suburnya berbagai pengetahuan keislaman di Dunia Melayu-Indonesia, baik yang berkaitan dengan sastra maupun agama. Beberapa naskah keagamaan banyak menyebutkan asal-usulnya berasal dari wilayah Palembang, baik ditulis maupun hanya diterjemahkan di Palembang. Umumnya berbagai karangan dan terjemahan yang dijumpai tersebut berasal dari periode pertengahan abad ke-18 hingga awal abad ke-19.

Pada awal abad ke-17, Kesultanan Palembang memberikan minat khusus pada bidang keagamaan dan hal ini mendorong tumbuhnya pengetahuan dan iklim keilmuan sehingga menjadi faktor penyebab mengaa Palembang menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam di dunia Melayu (Azra via Mu’jizah, 2008:96). Para Sultan Palembang banyak menjadikan tokoh-tokoh agama sebagai patron keilmuan mereka dan menjadi sebuah gejala umum yang bisa terjadi sehingga pada gilirannya para Sultan yang berkuasa tersebut memberikan kontribusi atas terciptanya atmosfir keilmuan di wilayah Palembang. Antara abad ke-18 dan 19, Palembang telah melahirkan sejumlah ulama penting yang dalam hal penulisan naskah-naskah dan kitab-kitab keagamaan tergolong produktif di zamannya, seperti Syihabuddin bin Abdullah Muhammad, Muhammad Muhyiddin bin Syihabuddin, Kemas Fakhruddin, dan Muhammad Ma’ruf bin Abdullah Khatib Palembang. Selain itu ada pula Syaikh Abdussamad al-Palimbani yang cukup berpengaruh dengan karyanya antara lain Ratib Samman, Zuhrat al-Murid fi Bayan Kalimat at-Tauhid, Hidayat as-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin, Sair as-Solikin ila ‘Ibadat Rabb al-Alamin, Tuhfat ar-Ragibin, dan Zad al-Muttawin fi at-Tauhid Rabb al-Alamin (Liaw Yock Fang, 2011:420—424). Pengembangan keilmuan dimana ulama menjadi patron para sultan ini terjadi pada masa Kemas Fakhruddin yang menjadi ulama istana pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najmuddin hingga tahun 1774 dan berlanjut pada masa Sultan Muhammad Bahauddin (1774—1804). Selain itu, faktor yang melatarbelakangi munculnya tradisi penulisan kitab-kitab keagamaan di Palembang adalah karena adanya kontak intelektual dan menjadi transmisi keilmuan yang terjadi antara para ulama Melayu-Indonesia dan para ulama di pusat dunia Islam, khususnya Makkah dan Haramayn, Madinah.

Selain menghasilkan kitab-kitab keagamaan, tradisi kesusasteraan di Palembang juga menghasilkan sejumlah genre sastra lain, seperti karya-karya kesejarahan, hikayat, syair, prosa, dan pantun. Adapun sastrawan yang dikenal dari Palembang antara lain, Ahmad bin Abdullah, Sultan Mahmud Badaruddin, dan Pangeran Panembahan Bupati (Iskandar via Mu’jizah, 2008:98). Beberapa karya yang telah diindentifikasi adalah Hikayat Palembang (Kiai Rangga Sayandita Ahmad bin Kiai Ngabehi Mastung), Silsilah Raja-Raja di dalam Negeri Palembang (Demang Muhyiddin), Cerita Negeri Palembang, Cerita daripada Aturan Raja-Raja di dalam Negeri Palembang, Hikayat Mahmud Badaruddin (Pangeran Tumenggung Kartamenggala), Syair Perang Menteng, Syair Melayu, Syair Residen de Brauw, Hikayat Dewa Raja Agus Melila, Hikayat Raja Babi, dan Hikayat Raja Budak. Adapun naskah-naskah tersebut kebanyakan disimpan sebagai koleksi Perpustakaan Nasional, Jakarta.

REFERENSI

Ahmad, A. Samad. 1979. Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
Liaw Yock Fang. 2011. Sejarah Kesusasteraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Mu’Jizah dan Oman Fathurahman. 2008. “Tempat-Tempat Perkembangan Sastra Melayu: Palembang”. Dalam Sastra Melayu Lintas Daerah. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.